Sabtu, 08 November 2014

Manusia dan Keadilan



MANUSIA DAN KEADILAN
A. Pengertian keadilan
Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah diantara ke dua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Kedua ujung ekstrem itu menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing – masing orang harus memperoleh benda atau hasil yang sama. Kalau tidak sama, maka masing – masing orang akan menerima bagian yang tidak sama. Sedangkan pelanggaran terhadap proporsi tersebut berarti ketidak adilan.
Keadilan oleh Plato diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri, dan perasaannya dikendalikan oleh akal.
Lain lagi pendapatan Socrates yang memproyeksikan keadilan pada pemerintahan. Menurut Socrates, keadilan tercipta bilamana warga negara sudah merasakan bahwa pihak pemerintah sudah melaksanakan tugasnya dengan baik. Mengapa diproyeksikan pada pemerintah, sebab pemerintah adalah pimpinan pokok yang menentukan dinamika masyarakat.
Kong Hu Cu berpendapat lain : keadilan terjadi apabila anak, bila ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja, masing – masing telah melaksanakan kewajibannya. Pendapatan ini terbatas pada nilai – nilai tertentu yang sudah diyakini atau disepakati.
Menurut pendapat yang lebih umum dikatakan bahwa keadilan itu adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Atau dengan kata lain, keadilan adalah keadaan bila setiap orang memperoleh apa yang menjadi haknya dan setiap orang memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama.
Berdasarkan kesadaran etis, kita diminta untuk tidak hanya menuntut hak dan lupa menjalankan kewajiban. Jika hanya menuntut hak dan lupa menjalankan kewajiban, maka sikap dan tindakan kita hanya menjalankan kewajiban dan lupa menuntut hak, maka kita akan mudah diperbudak atau diperas orang lain.
Sebagai contoh, seorang karyawan yang hanya menuntut hak kenaikan upah tanpa meningkatkan hasil kerjanya tentu cenderung disebut memeras. Sebaliknya pula, seorang majikan yang terus menerus menggunakan tenaga orang lain, tanpa memperhatikan kenaikan upah dan kesejahteraanya, maka peerbuatan itu menjurus kepada sifat memperbudak orang atau pegawainya. Oleh karena itu, untuk memperoleh keadilan, misalnya, kita menuntut kenaikan upah; sudah tentu kita harus berusaha meningkatkan prestasi kerja kita. Apabila kita menjadi majikan, kita harus memikirkan keseimbangan kerja mereka dengan upah yang diterima.
B. Keadilan Sosial
Berbicara tentang keadilan, anda tentu ingat akan dasar negara kita ialah Pancasila, sila kelima Pancasila, berbunyi : “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Dalam dokumen lainnya Pancasila diusulkan oleh Bung Karno adanya prinsip kesejahteraan sebagai salah satu dasar negara. Selanjutkan prinsip itu dijelaskan sebagai prinsip “tidak ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka”. Dari usul dan penjelasan itu nampak adanya pembaruan pengertian kesejahteraan dan keadilan.
Bung Hatta dalam uraiannya mengenai sila “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” menulis sebgai berikut “keadilan sosial adalah langkah yang menentukan untuk melaksanakan Indonesia yang adil dan makmur.” Selanjutnya diuraikan bahwa para pemimpin Indonesia yang menyusun UUD 45 percaya bahwa cita – cita keadilan sosial dalam bidang ekonomi ialah dapat mencapai kemakmuran yang merata. Langkah – langkah menuju kemakmuran yang merata diuraikan yang merata diuraikan secara terperinci.
Panitia ad-hoc majelis permusyawaratan rakyat sementara 1966 memberikan perumusan sebagai berikut : “sila keadilan sosial mengandung prinsip bahwa setiap orang di Indonesia akan mendapat perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik, ekonomi dan kebudayaan”.
Selanjutnya untuk mewujudkan keadilan sosial itu, diperinci perbuatan dan sikap yang  perlu dipupuk, yaitu :
1) perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2) sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.
3) sikap suka memberi pertolongan kepada orang yang memerlukan.
4) sikap suka berkerja keras
5) sikap menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk mencpai kemajuan dan kesejahteraan bersama.
Asas yang menuju dan terciptanya keadilan sosial itu akan dituangkan dalam berbagai langkah dan kegiatan, antara lain melalui delapan jalur pemerataan, yaitu :
1) pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak khususnya pangan, sandang dan perumahan.
2) pemerataan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
3) pemerataan pembagian pendapatan.
4) pemerataan kesempatan kerja.
5) pemerataan kesempatan berusaha.
6) pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembagunan khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita.
7) pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air.
8) pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
C. Berbagai macam keadilan
A) Keadilan Legal atau Keadilan Moral
Plato berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan substansi rohani umum dari masyarakat yang membuat dan mejaga kesatuannya. Dalam suatu masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan yang menurut sifat dasarnya paling cocok baginya (Tha man behind the gun). Pendapat plato itu disebut keadilan moral, sedangkan, sunoto menyebutkan keadilan legal.
Keadilan timbul karena penyatuan dan penyesuain untuk memberi tempat yang selaras kepada bagian – bagian yang membentuk suatu masyarakat. Keadilan terwujud dalam masyarakat bilaman setiap anggota masyarakat melakukan fungsinya secara baik.
Menurut kemampuannya. Fungsi penguasa ialah membagi-bagikan fungsi-fungsi dalam negara kepada masing-masing orang sesuai dengan keserasian itu. Setiap orang tidak mencampuri tugas dan urusan yang tidak cocok baginya.
Ketidak adilan terjadi apabila ada campur tangan terhadap pihak lain yang melaksanakan tugas-tugasnya yang selaras sebab hal itu akan menciptakan pertentangan dan ketidakserasian. Misalnya, seorang pengurus kesehatan mencampuri urusan petugas kehutanan. Bila itu dilakukan maka akan terjadi kekacauan.
B) Keadilan Distributif
Aristoteles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksanakan bilaman hal-hal yang sama diperlukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama (justice is done when equals are treated equally). Sebagai contoh, Ali bekerja 10 tahun dan Budi, yaitu perbedaan sesuai dengan lamanya bekerja. Andaikata Ali menerima Rp.100.000,- maka Budi harus menerima. Rp.50.000.- akan tetapi bila besar hadian Ali dan Budi sama, justru hal tersebut tidak adil
C) Keadilan komutatif
Keadilan ini bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles pengertian keadilan itu merupakan asa pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrim menjadikan ketidakadilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.

Contoh :
dr. Sukartono dipanggil seorang pasien, Yanti namanya. Sebagai seorang dokter ia menjalankan tugasnya dengan baik. Sebaliknya, Yanti menggapai lebih baik lagi. Akibatnya, hubungan mereka berubah dari dokter dan pasien menjadi dua insan lain jenis yang saling mencintai. Bila dr. Sukartono belum berkeluarga mungkin keadaan akan baik saja, ada keadilan komutatif. Akan tetapi, karena dr.Sukartono sudah berkeluarga, hubungan itu merusak situasi rumah tangga, bahkan akan menghancurkan rumah tangga. Karena dr.Sukartono melalaikan kewajibannya sebagai suami, sedangkan Yanti merusak rumah tangga dr.Sukartono.
D. Kejujuran
Kejujuran atau jujur artinya apa yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya apa yang dikatakannya sesuai dengan kenyataan yang ada. Sedaang kenyaataanyang ada itu adalah kenyataan yang benar-benar ada. Jujur juga berarti seseorang bersih hatinya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukuman. Untuk itu dituntut satu kata dan perbuatan, yang berarti bahwa apa yang dikatakan harus sama depan perbuatannya. Karena itu jujur bararti juga menepati janji atau kesanggupan yang terlampir melalui kata-kata ataupun yang masih terkandung dalam hati nurani yang berupa kehendak. Harapan dan niat. Seseorang yang tidak menempati niatnya berarti mendustai diri sendiri. Apabila niat telah terlahir dalam kata-kata, padahal tidak ditepati, maka kebohongannya disaksikan orang lain. Sikap jujur perlu dipelajari oleh setiap orang, sebab kejujuran mewujudkan keadilan, sedang keadilan menuntut kemuliaan abadi, jujur memberikan keberanian dan ketentraman hati. Serta menyucikan lagi pula membuat luhurnya budi pekerti. Seseorang mustahil dapat memeluk agama dengan sempurna, apabila lidahnya tidak suci. Teguhlah pada kebenaran, sekalipun kejujuran dapat merugikanmu, serta jangan pula berdusta. Walaupun dustamu dapat menguntungkanmu.
Pada hakekatnya jujur atau kejujuran dilandasi oleh kesadaran moral yang tertinggi, kesadaran pengakuan akan adanya sama hak dan kewajiban, serta rasa takur terhadap kesalahan atau dosa.
Dalam kehidupan sehari-hari jujur atau tidak jujur merupakan bagian hidup yang dapat dipisahkan dari kehidupan manusia itu sendiri.
Ketidak jujuran sangatlah luas wawasannya, sesuai dengan luasnya kehidupan dan kebutuhan hidup manusia.
Bagi seniman kejujuran dan ketidak jujuran membangkitkan daya kreatifitas manusia. Banyak hasil seni lahir dari kandungan peristiwa atau kasus ketidak jujuran. Hal ini karena dengan mengkomunikasikan hal yang sebaliknya manusia akan terangsang untuk berbuat jujur.
E. Kecurangan
Kecurangan atau curang identic dengan ketidak jujuran atau tidak jujur, dan sama pula dengan licik, meskipun tidak serupa benar. Sudah tentu kecurangan sebagai lawan jujur.
Curang atau kecurangan artinya apa yang diinginkan tidak sesuai dengan hati nuraninya. Atau, orang itu memang dari hatinya sudah berminat curang dengan maksud memperoleh keuntungan tanpa bertenaga dan usaha? Sudah tentu keuntungan diperoleh dengan tidak wajar. Yang dimaksud dengan keuntungan di sini adalah keuntungan yang berupa materi. Mereka yang berbuat curang menganggap akan mendatangkan kesenangan atau keenakan, meskipun orang lain menderita karenanya.
Kecurangan menyebabkan manusia serakah, tamak, ingin menimbun kekayaan yang berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai orang yang paling hebat, paling kaya dan senang bila masyarakat disekelilingnya hidup menderita. Orang seperti itu biasanya tidak senang bila ada yang melebihi kekayaannya. Padahal agama apapun  tidak membenarkan orang mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya tanpa menghiraukan orang lain, lebih lagi menumpulkan harta dengan jalan curang. Hal semacam itu salam istilah agama tidak diridhoi Tuhan.
Bermacam-macam sebab orang melakukan kecurangan. Ditinjau dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya, ada empat aspek yaitu aspek ekonomi, aspek kebudayaan aspek peradaban, dan aspek teknik. Apabila keempat aspek tersebut dilaksanakan secara wajat, maka segalanya akan berjalan sesuai dengan norma-norma moral atau norma hukum. Akan tetapi, apabila manusia dalam hatinya telah digerogoti jiwa tamak, iri, dengki, maka manusia akan melakukan perbuatan yang melanggar norma tersebut dan jadilah kecurangan. Tentang baiknya dan buruk pujowiyanto dalam bukunya filsafat sana-sini” menjelaskan bahwa perbuatan yang sejenis dengan perbuatan curang, misalnya membohong, menipu, merampas, memalsu dan lain-lain adalah bersifat buruk. Lawan buruk sudah tentu baik. Baik buruk itu berhubungan dengan kelakuan manusia. Pada diri manusia seakan-akan ada perlawanan antara baik dan buruk.
F. Pemulihan nama baik
Nama baik merupakan tujuan utama orang hidup. Nama baik adalah nama yang tidak tercela. Setiap orang/tetangga disekitarnya adalah sesuatu kebanggaan batin yang tak ternilai harganya.
Ada peribahasa berbunyi “daripada berputih mata lebih baik berputih tulang” artinya orang lebih baik mati dari pada malu, betapa besar nilai nama baik itu sehingga nyawa menjadi taruhannya. Setiap orang tua selalu berpesan kepada anak-anaknya “jagalah nama keluargamu” dengan menyebut “nama” berarti sudah mengandung arti “nama baik”. Ada pula pesan orang tua “ jangan membuat malu” pesan itu juga berarti menjaga nama baik. Orang tua yang menghadapi anaknya yang sudah dewasa sering kali berpesan “laksanakan apa yang kamu anggap baik, dan jangan kau laksanakan apa yang kau anggap tidak baik!”. Dengan melaksanakan apa yang dianggap baik berarti pula menjaga nama baik dirinya sendiri, yang berarti menjaga nama baik keluarga.
Tingkah laku atau perbuatan yang baik dengan nama baik itu pada hakekatnya sesuai dengan kodrat manusia, yaitu :
a) manusia menurut sifat dasarnya adalah mahluk moral
b) ada aturan-aturan yang berdiri sendiri yang harus dipatuhi manusia untuk mewujudkan dirinya sendiri sebagai pelaku moral tersebut.
 G. Pembalasan
Pembalasan ialah suatu reaksi atas perbuatan orang lain. Reaksi itu dapat berupa perbuatan yang serupa, perbuatan yang seimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah laku yang seimbang.
Sebagai contoh, A memberikan makanan kepada B. di lain kesempatan B memberikan minuman kepada A. perbuatan tersebut merupakan perbuatan serupa, dan ini merupakan pembalasan.
Pembalasan disebabkan oleh adanya pergaulan. Pergaulan yang bersahabat mendapat balasan yang bersahabat. Sebaliknya, pergaulan yang penuh kecurigaan menimbulakan balasan yang tidak bersahabat pula.
Pada dasarnya, manusia adalah mahluk moral dan mahluk sosial. Dalam bergaul, manusia harus mematuhi norma-norma untuk mewujudkan moral itu. Bila manusia berbuat amoral, lingkuanlah yang menyebabkannya. Perbuatan amoral pada hakekatnya adalah pebuatan yang melanggar atau mempekosa hak dan kewajiban manusia lain.
Oleh karena tiap manusia tidak menghendaki hak dan kewajibannya dilanggar atau diperkosa, maka manusia berusaha mempertahankan hak dan kewajibannya itu. Mempertahnkan hak dan kewajiban itu adalah pembalasan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar