Jumat, 28 November 2014

profil pengusaha sukses "Cak Eko"

Bakso Malang Cak Eko Omzet Miliyaran

Siapa bilang dengan modal terbatas kita tidak mampu membangun sebuah usaha makanan?. Dengan tekad yang besar, kesabaran serta ketekunan tidak ada yang mustahil untuk diraih. Inilah yang telah dibuktikan Pria 36 tahun, Henky Eko Sriyantono atau akrab di sapa Cak Eko yang sukses dengan Bakso Malang Cak Eko.
Berawal dengan modal Rp 2,5 juta dan gerai kecil di sebuah foodcourt di Jatiwarna, Pondok Gede, Bekasi kini omzet Bakso Malang Cak Eko mencapai miliyaran rupiah. Namun diakui Cak Eko, hasil yang didapatkannya sekarang dilalui dengan perjuangan yang tidak mudah.

Cak Eko memulainya benar-benar dari nol dan telah puluhan kali merasakan jatuh bangun dalam membangun usaha. Berbagai usaha pernah digelutinya, sejak tahun 1997 sudah 11 jenis usaha ia lakoni  mulai dari multi level marketing (MLM), agrobisnis tanaman jahe, bisnis pakaian muslim, katering, bisnis barang-barang kerajinan, dan sebagainya. Namun semua usahanya itu selalu jatuh bagun dan hanya memberikan keuntungan yang tidak seberapa.
Sikap pantang menyerahlah yang menjadi modal utama lulusan teknik sipil ini dalam meraih kesuksesan. Pada akhir tahun 2005 Cak Eko memutuskan untuk berjualan bakso setelah melihat salah satu gerai bakso yang sangat ramai, saat melewati Bandara Soekarno-Hatta. Keinginannya membuka usaha bakso yang kian besar ditunjukkannya dengan kegigihannya membuat formula bakso yang cocok selama 3 bulan, kemudian sebagai uji cobanya Cak Eko meminta teman-temannya untuk merasakan bakso buatannya. Tak disangka ternyata sambutan baik dia dapatkan untuk bakso yang ia buat. Akhirnya dengan keyakinan yang penuh Cak Eko memberanikan diri untuk membuka gerai pertamanya di foodcourt kawasan Bekasi. Modal Rp 2,5 juta digunakannya untuk membeli mangkok, sendok-garpu, dan keperluan bakso lainnya.
Kisah Perjalanan
Setiap bulannya Cak Eko mengantongi paling tidak Rp 900.000, selama 6 bulan dari hasil keuntungan yang di dapatkannya kemudian Cak Eko membuka cabangnya yang kedua di Tamini Square, Jakarta Timur. Lalu 6 bulan berikutnya ia buka cabang lagi di Surabaya.
Pada saat akan membuka cabang yang keempat, ia berpikir kapan ia bisa menikmati hasil kerja kerasnya. Akhirnya ia menemukan cara lain untuk mengembangkan usaha yaitu dengan cara mewaralabakan baksonya.
Ternyata cara itu cukup manjur, konsep bakso yang ditawarkan sangat mudah dilakukan. Cak Eko membuat bumbu yang dikeringkan dalam kemasan untuk kuah baksonya. Jadi mitra tidak perlu susah dalam meracik bumbu, cukup menaburkan bumbu kering tersebut ke dalam air panas, maka jadilah kuah bakso yang memiliki cita rasa tersendiri. Baksonya pun ia buat dalam bentuk nugget beku, sehingga mitra tinggal membuatnya menjadi bakso dalam bentuk kembang dan menggorengnya. Cak Eko pun menjamin bahwa bakso miliknya bebas bahan pengawet.
Kesuksesan yang kini telah diraihnya, tidak membuatnya cepat berpuas diri. Cak Eko yang sukses ciptakan Cak Eko Group Manajemen, dan melalui manajemennya tersebut ia membuat pengembangan di bidang usaha makanan. Selain Bakso Malang Cak Eko, ia membuat juga Soto Ayam Kampoeng Suroboyo “Jolali”, Ayam & Bebek Goreng Sambel Bledeg “Cak Tri”, Bakmi Jogja Mbah Tarmo, Pecel Pincuk Madiun Srimping dan Cendol Desa.
Saatnya Anda temukan ide-ide yang akan mampu mengantarkan pada sebuah kesuksesan. Dengan kesabaran, ketekunan serta keyakinan pada sebuah kesuksesan maka kesuksesan itu akan Anda dapatkan. Semoga kisah sukses Bakso Malang Cak Eko ini mampu menginspirasi Anda, sebagai kisah sukses selanjutnya. Salam sukses.
Sumber : usahamakanan.com

Minggu, 16 November 2014

Manusia dan Pandangan Hidup



MANUSIA DAN PANDANGAN HIDUP
A. PENGERTIAN PANDANGAN HIDUP
Setiap orang mempunyai pandangan hidup. Pandangan hidup itu bersifat kodrati. Karena itu ia menentukan masa depan seseorang. Untuk itu perlu dijelaskan pula apa arti pandangan hidup. Pandangan hidup artinya pendapat atau pertimbangan yang dijadikan pegangan, pedoman, arahan, petunjuk hidup di dunia. Pendapat atau pertimbangan itu merupakan hasil pemikiran manusia berdasarkan pengalaman sejarah menurut waktu dan tempat hidupnya.
Dengan demikian pandangan hidup itu bukanlah timbul seketika atau dalam waktu yang singkat saja, melainkan melalui proses waktu yang lama dan terus menerus, sehingga hasil pemikiran itu dapat diuji kenyataanya. Hasilnya pemikiran itu dapat diterima oleh akal, sehingga diakui kebenarannya. Atas dasar ini manusia menerima hasil pemikiran itu sebagai pegangan, pedoman, arahan, atau petunjuk yang disebut pandangan hidup. Pandangan hidup banyak sekali macamnya dan ragamnya. Akan tetapi pandangan hidup dapat diklasifikasikan berdasarkan asalnya yaitu terdiri dari 3 macam :
(A) Pandangan hidup yang berasal dari agama yaitu pandangan hidup yang mutlak kebenarannya.
(B) Pandangan hidup yang berupa ideologi yang disesuaikan dengan kebudayaan dan norma yang terdapat pada negara tersebut.
(C) Pandangan hidup hasil renungan yaitu pandangan hidup yang relative kebenarnnya.
Apabila pandangan hidup itu diterima oleh sekelompok orang sebagai pendukung suatu organisasi, maka pandangan hidup itu disebut ideologi. Jika organisasi itu organisasi politik, ideologinya disebut ideologi politik. Jika organisasi itu negara, ideologinya disebut ideologi negara. Pandangan hidup pada dasarnya mempunyai unsur-unsur yaitu cita-cita, kebijakan, usaha, keyakinan/kepercayaan. Keempat usur ini merupakan suatu rangkaian kesatuan yang tidak terpisahkan. Cita-cita ialah apa yang diinginkan yang mungkin dapat dicapai dengan usaha atau perjuangan. Tujuan yang hendak dicapai ialah kebijakan, yaitu segala hal yang baik yang membuat manusia makmur, bahagia, damai, tentram. Usaha atau perjuangan adalah kerja keras yang dilandasi keyakinan/ kepercayaan. Keyakinan/kepercayaan diukur dengan kamampuan akal, kemampuan jasmani, dan kepercayaan kepada Tuhan.
B. CITA-CITA
Menurut kamus umum Bahasa Indonesia, yang disebut cita-cita adalah keinginan, harapan, tujuan yang selalu ada dalam pikiran. Baik keinginan, harapan, maupun tujuan merupakan apa yang mau diperoleh seseorang pada masa mendatang. Dengan demikian cita-cita merupakan pandangan masa depan, merupakan pandangan hidup yang akan datang. Pada umumnya cita-cita merupakan pandangan masa depan, merupakan pandangan hidup yang akan datang. Pada umumnya cita-cita merupakan semacam garis linier yang makin lama makin tinggi, dengan perkataan lain: cita-cita merupakan keinginan, harapan, dan tujuan manusia yang makin tinggi tingkatannya.
Apabila cita-cita itu tidak mungkin atau belum mungkin terpenuhi, maka cita-cita itu disebut angan-angan. Disini persyaratan dan kemampuan tidak/belum dipenuhi sehingga usaha untuk mewujudkan cita-cita itu tidak mungkin dilakukan. Misalnya seorang anak bercita-cita ingin menjadi dokter, ia belum sekolah, tidak mungkin berpikir baik, sehingga tidak punya kemampuan berusaha mencapai cita-cita. Itu baru dalam taraf angan-angan.
Antara masa sekarang yang merupakan realita dengan masa yang akan datang sebagai ide atau cita-cita terdapat jarak waktu. Dapatkah seseorang mencapai apa yang dicita-citakan, hal itu bergantung dari tiga faktor. Pertama, manusianya yaitu yang memiliki cita-cita; kedua, kondisi yang dihadapi selama mencapai apa yang dicita-citakan; dan ketiga, seberapa tinggikah cita-cita yang hendak dicapai.
Faktor manusia yang mau mencapai cita-cita ditentukan oleh kualitas manusianya. Ada orang yang tidak berkemauan, sehingga apa yang dicita-citakan hanya merupakan khayalan saja. Hal demikian banyak menimpa anak-anak muda yang memang senang berkhayal, tetapi sulit mencapai apa yang dicita-citakan, cita-cita merupakan motivasi atau dorongan dalam menempuh hidup untuk mencapainya. Cara keras dalam mencapai cita-cita merupakan suatu perjuangan hidup yang bila berhasil akan menjadikan dirinya puas.
Faktor kondisi yang mempengaruhi tercapainya cita-cita, pada umumnya dapat disebut yang menguntungkan dan menghambat. Faktor yang menguntungkan merupakan kondisi yang memperlancar tercapainya suatu cita-cita, sedangkan faktor yang menghambat. Faktor yang menguntungkan merupakan kondisi yang memperlancar tercapainya suatu cita-cita. Misalnya sebagai berikut :
Amir dan Budi adalah dua anak pandai dalam satu kelas, keduanya bercita-cita menjadi sarjana. Amir anak orang yang cukup kaya, sehingga dalam mencapai cita-citanya tidak mengalami hambatan. Malahan dapat dikatakan bahwa kondisi ekonomi orang tuanya merupakan faktor yang menuntungkan atau memudahkan mencapai cita-citanya. Ekonomi orang tua Budi yang lemah merupakan hambatan bagi Budi dalam mencapai cita-citanya.
Faktor tinggimya cita-cita yang merupakan faktor ketiga dalam mencapai cita-cita. Memang ada anjuran agar seseorang menggantungkan cita-citanya setinggi di langit. Tetapi bagaimana faktor manusianya. Mampukah yang bersangkutan mencapainya; demikian juga faktor kondisinya mungkinkan hal itu, apakah dapat merupakan pendorong atau penghalang cita-cita. Sementara itu ada lagi anjuran, agar seseorang menempatkan cita-citanya yang sepadan atau sesuai dengan kemampuan dirinya. Anjuran yang terakhir ini menyebabkan seseorang secara bertahap mencapai apa yang diidam-idamkan. Pada umumnya dilakukan dengan penuh perhitungan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki saat itu serta kondisi yang dilaluinya.
Pada mulanya Basir adalah seorang pedangan kecil, pedangan kaki lima. Ia menyadari bahwa dengan modalnya yang kecil maka dengan susah payah diperolehnya keuntungan yang berarti. Karena itu dengan hematnya disisihkan uang keuntungannya untuk memperbesar modalnya. Hal itu berhasil diperolehnya, sehingga dengan modal yang lebih besar ia dapat menjadi pedagang menengah. Dan dengan ketekunannya lagi dilanjutkan kegiatannya dalam dagang. Dengan kejujuran serta kesungguhan serta kepercayaan yang dapat diberikan kepada relasinya, Basir berhasil menjadi pedangang besar. Cita-citanya berangsur dari pedagang kecil kepedagang menengah, dan akhirnya tercapai menjadi pedagang besar.
Suatu cita-cita tidak hanya dimiliki oleh individu, masyarakat dan bangsapun memiliki cita-cita juga. Cita-cita suatu bangsa merupakan keinginan atau hujan suatu bangsa. Misalnya bangsa Indonesia mendirikan suatu negara yang merupakan sarana untuk menjadi suatu bangsa yang masyarakatnya memiliki keadilan dan kemakmuran. 
 C. KEBIJAKAN
Kebijakan atau kebaikan atau perbuatan yang mendatangkan pada hakekatnya sama dengan perbuatan moral, perbuatan yang sesuai dangan norma-norma agama dan etika. Manusia berbuat baik, karena menurut kodratnya manusia itu baik, mahluk bermoral atas dorongan suara hatinya manusia cenderung berbuat baik.
Manusia adalah seorang pribadi yang utuh yang terdiri atas jiwa dan badan. Kedua unsur itu terpisah bila manusia meninggal. Karena merupakan pribadi, manusia mempunyai pendapat sendiri, ia mencintai dirinya sendiri, perasaan sendiri, cita-cita sendiri dan sebagainya. Justru karena itu, karena mementingkan diri sendiri, seringkali manusia tidak mengenal kebijakan.
Manusia merupakan sebagai mahluk sosial: manusia hidup bermasyarakat, manusia saling membutuhkan, saling menolong, saling menghargai sesama anggota masyarakat. Sebaliknya pula saling mencurigai, saling membenci, saling merugikan, dan sebagainya.Manusia sebagai mahluk Tuhan, diciptakan Tuhan dan dapat berkembang karena Tuhan, untuk itu manusia dilengkapi kemampuan jasmani dan rohani juga fasilitas alam sekitarnya seperti tanah, air, tumbuhan-tumbuhan dan sebagainya.
Sebagai mahluk pribadi, manusia dapat menentukan sendiri apa yang baik dan apa yang buruk. Baik buruk itu ditentukan oleh suara hati. Suara hati adalah semacam bisikan di dalam hati yang mendesak seseorang, untuk menimbang dan menentukan baik buruknya suatu perbuatan, tindakan atau tingkah laku. Jadi suara hati dapat merupakan hakim untuk diri sendiri. Sebab itu, nilai suara hati amat besar dan penting dalam hidup manusia. Misalnya orang tahu, bahwa membunuh, itu buruk, jahat: suara hatinya mengatakan demikian, namun manusia kadang-kadang tak mendengarkan suara hatinya.
Suara hati selalu memilih yang baik, sebab itu ia selalu mendesak orang untuk berbuat yang baik bagi dirinya. Oleh karena itu, kalau seseorang berbuat sesuatu sesuai dengan bisikan suara hatinya, maka orang tersebut perbuatannya pasti baik. Jadi berbuat atau bertindak menurut suara hati, maka tindakan atau perbuatan itu adalah baik.
 Sebaliknya perbuatan atau tindakan berlawanan dengan suara hati kita, maka perbuatan atau tindakan itu buruk. Misalnya suara hati kita mengatakan “tolonglah orang yang menderita itu”, dan kita berbuat menolongnya, maka kita membuat kebijakan. Sebaliknya, apabila hati kita berkata demikian, namun kita hanya seolah-olah tak mendengarkan suara hati itu, maka munafiklah kita.
Sesuatu yang baik bagi masyarakat, berarti baik bagi kepentingan masyarakat. Tetapi dapat saja terdiri, bahwa sesuatu yang baik bagi kepentingan umum/masyarakat tidak baik bagi salah seorang atau segelintir orang didalamnya atau sebaliknya. Dengan demikian, seseorang harus tunduk kepada apa yang baik bagi masyarakat umum.
Contoh : Budi tidak setuju jalan di depan rumahnya diperlebar, karena harus memotong bagian depan rumahnya. Tetapi masyarakat kampung mengusulkan dan telah disetujui jalan itu harus diperlebar demi keamanan. Akhirnya karena desakan seluruh warga, dengan sangat terpaksa Budi menyetujuinya.
Jadi baik atau buruk itu dilihat menurut suara hati sendiri. Meskipun demikian harus dinilai dan diukur menurut suara atau pendapat umum. Disini tidak berarti bahwa pendapat umum atau kepentingan pribadi-pribadi diperkosa begitu saja.
Jadi kebijakan itu adalah perbuatan yang selaras dengan suara hati kita, suara hati masyarakat dan hukum Tuhan. Kebijakan berarti berkata sopan, santun, berbahasa baik, bertingkah laku baik, ramah tamah terhadap siapapun, berpakaian sopan agar tidak merangsang bagi yang melihatnya. Baik buruk, kebijakan menimbulkan daya kreatifitas bagi seniman. Banyak hasil semi lahir dari imajinasi kebijakan dan ketidak bijakan.
Faktor-faktor yang menentukan tingkah laku setiap orang ada tiga hal.pertama faktor pembawaan (heriditas) yang telah ditentukan pada waktu seseorang masih dalam kandungan.pembawaan merupakan hal yang diturunkan atau dipusakai oleh orang tua.
Faktor kedua yang menentukan tingkah laku seseorang adalah lingkungan (environment). Lingkungan yang membentuk seseorang merupakan alam kedua yang terjadinya setelah seorang anak lahir (masa pembentukan seseorang waktu masih dalam kandungan merupakan alam pertama). Lingkungan membentuk jiwa seseorang meliputi lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dalam lingkungan keluarga orang tua maupun anak-anak yang lebih tua merupakan panutan seseorang, sehingga bila yang dianut sebagai teladan berbuat yang baik-baik, maka si anak yang tengah membentuk diri pribadinya akan baik juga.

Dalam lingkungan sekolah yang menjadi panutan utama adalah guru, sementara itu teman-teman sekolah ikut serta memberikan andilnya. Dalam lingkungan sekolah tokoh panutan seorang anak sudah memiliki posisi yang lebih luas dibandingkan dengan dalam keluarga. Pembentukan pribadi dalam sekolah terjadi pada masa anak-anak atau masa sekolah. Lingkungan ketiga adalah masyarakat, yang menjadi panutan bagi seseorang adalah tokohmasyarakat dengan masa setelah anak-anak menjadi dewasa atau duduk di perguruan tinggi.
Faktor ketiga yang menentukan tingkah laku seseorang adalah pengalaman yang khas yang pernah diperoleh. Baik pengalaman pahit yang sifatnya negatif, maupun pengalaman manis yang bersifat positif, memberikan pada manusia suatu bekal yang selalu dipergunakan sebagai pertimbangan sebelum seseorang mengambil tindakan.
Mungkin sekali bahwa berdasarkan hati nurani seseorang mau menolong orang dalam kesusahan, tetapi karena pernah memperoleh pengalaman pahit waktu mau menolong seseorang sebelumnya, maka niat baiknya itu tertahan, sehingga diurungkan untuk membantu. Belajar hidup dari pengalaman inilah yang merupakan budaya dalam diri seseorang.
  D. USAHA/PERJUANGAN
Usaha/perjuangan adalah kerja keras untuk mewujudkan cita-cita. Setiap manusia harus kerja keras unutk kelanjutan hidupnya. Sebagai hidup manusia adalah usaha/perjuangan. Perjuangan untuk hidup, dan ini sudah kodrat manusia. Tanpa usaha/perjuangan, manusia tidak dapat hidup sempurna. Apabila manusia bercita-cita menjadi kaya, ia harus kerja keras. Apabila seseorang bercita-cita menjadi ilmuwan, ia harus rajin belajar dan tekun serta memenuhi semua ketentuan akademik.
Kerja keras itu dapat dilakukan dengan otak/ilmu maupun dengan tenaga/jasmani, atau dengan kedua-duanya. Para ilmuwan lebih banyak bekerja keras dengan otak/ilmunya daripada dengan jasmaninya. Sebaliknya para buruh, petani lebih banyak menggunakan jasmani daripada otaknya. Para tukang dan para ahli banyak menggunakan kedua-duanya otak dan jasmani daripada salah satunya. Para politisi lebih banyak kerja otak daripada jasmani. Sebaliknya para prajurit lebih banyak kerja jasmani daripada otak.
Kerja keras pada dasarnya menghargai dan meningkatkan harkat dan martabat manusia. Sebaliknya pemalas membuat manusia itu miskin, melarat, dan berarti menjatuhkan harkat dan martabatnya sendiri. Karena itu tidak boleh bermalas-malas, bersantai-santai dalam hidup ini. Santai dan istirahat ada waktunya dan manusia mengatur waktunya itu.
 E. KEYAKINAN/KEPERCAYAAN
Keyakinan/kepercayaan yang menjadi dasar pandangan hidup berasal dari akal atau kekuasaan Tuhan. Menurut Prof. Dr. Harun Nasution, ada tiga aliran filsafat, yaitu aliran naturalisme, aliran intelektualisme, dan aliran gabungan.
(a). Aliran Naturalisme
        Hidup manusia itu dihubungkan dengan kekutan gaib yang merupakan keekuatan tertinggi. Kekuatan gaib itu dari natur, dan itu dari Tuhan. Tetapi bagi yang tidak percaya pada Tuhan, natur itulah yang tertinggi. Tuhan menciptakan alam semesta lengkap dengan hukum- hukumnya, dengan secara mutlak dikuasai Tuhan. Manusia hanya dapat berusaha/berencana tetapi Tuhan yang menentukan.
        Aliran Naturalisme berintikan spekulasi, mungkin ada Tuhan mungkin juga tidak ada Tuhan. Jika kita yakin Tuhan itu ada, maka kita katakan Tuhan itu ada. Bagi yang tidak yakin maka Tuhan itu tidak ada yang ada hanya natur
Ajaran agama ada dua macam yaitu :
1. Ajaran agama dogmatis, yang disampaikan oleh Tuhan melalui nabi – nabi. Ajaranagama yang bersifat mutlak (absolut). Sifatnya tetap, tidak berubah – ubah
2. Ajaran agama dari pemuka – pemuka agama, sifatnya relatif (terbatas). Ajaran dari pemuka – pemuka agama termasuk kebudayaan, terdapat dalam buku – buku agama yang ditulis oleh pemuka – pemuka agama. Sifatnya dapat berubah – ubah sesuai dengan perkembangan jaman.
            Pandangan hidup dilandasi oleh ajaran – ajaran Tuhan melalui agamanya. Pandangan hidup yang dilandasi keyakinan bahwa Tuhanlah kekuasaan tertinggi, yang menentukan segala – galanya disebut pandangan hidup religius (keagamaan).
            Sebaliknya jika manusia tidak mengakui Tuhan, natur adalah kekuatan tertinggi, maka kekuatan itu bermula dari kekuatan natur. Pandangan hidup yang dilandasi kekuatan natur sifatnya atheisme, ini disebut pandangan hidup komunis.
(b). Aliran Intelektualime
            Dalam aliran ini manusia mengutamakan akal. Dengan akal manusia berpikir,mana yang benar menurut akal. Akal berasal  dari Bahasa Arab, artinya kalbu, yang berpusat dihati, sehingga timbul istilah”hati nurani”, artinya daya rasa. Apabila aliran ini dihubungkan denag pandagan hidup, maka keyakinan manusia itu bermula dari akal.
            Jadi pandangan keyakinan hidup ini dilandasi dengan keyakinan kebenaran yang diterima akal. Benar menurut akal itulah yang baik. Kebesasan akal lebih ditekankan pada setiap individu.
(c). Aliran Gabungan
            Dasar aliran ini adalah kekuatan gaib atau akal. Kekuatan gaib artinya kekuatan yang berasal dari Tuhan, percaya adanya Tuhan sebagai dasar keyakinan. Sedangkan akal adalah dasar kebudayaan yang menentukkan benar atau tidaknya sesuatu. Segala sesuatau dinilai dengan akal, baik sebagai logika berpikir maupun rasa (hati nurani)
 F. LANGKAH – LANGKAH  BERPANDANGAN HIDUP YANG BAIK.
            Kita seharusnya mempunyai langkah – langkah berpandangan hidup ini. Karna jika kita mempunyai langkah berpandangan hidup maka ini sebagai sarana mencapai tujuan dan cita – cita dengan baik. Adapun langkah – langkah itu sebagai berikut:
(1). Mengenal
Mengenal merupakan satu kodrat bagi manusia yaitu merupakan tahap pertama dari setiap aktivitas. Itu sebabnya manusia sebagai makhluk sosial harus dapat mengenal satu sama lain karna manusia tak dapat hidup sendiri tanpa bantuan dari orang lain.
(2). Mengerti
            Tahap kedua untuk berpandangan hidup yang baik adalah mengerti. Mengerti dalam hal ini terhadap pandangan hidup itu sendiri. Mengerti terhadap pandangan hidup disini memegang peranan penting. Karna dengan mengerti, ada kecenderungan mengikuti apa yang terdapat dalam pandangan hidup ini.
(3). Menghayati
            Dengan menghayati pandangan hidup kita memperoleh gambaran yang tepat dan benar mengenai kebenaran pandangan hidup itu sendiri. Menghayati dapat diibaratkan dengan memperluas dan memperdalam pengetahuan mengenai pandangan hidup. Jadi dengan menghayati pandangan hidup kita akan memperoleh kebenaran tentang pandangan hidup itu sendiri. Sikap penerimaan harus ada dalam hal menghayati dan mengerti. Dalam sikap penerimaan pandangan hidup ada dua alternatif  pernerimaan yaitu penerimaan secacra iklas dan penerimaan tidak iklas.
   Bila dalam menghayati dan mengerti ini ada penerimaan secara iklas, maka langkah selanjutnya akan memperkuat keyakinan. Akan tetapi jika sebaliknya, itu tidak akan berguna.
(4). Meyakini
            Meyakini merupakan suatu hal untuk memperoleh suatu kepastian sehingga dapat mencapai tujuan hidupnya. Dengan meyakini maka secara tidak langsung ada penerimaan secara iklas terhadap pandangan hidupnya. Dalam hal meyakini penting juga ada iman yang teguh. Sebab dengan iman yang teguh tidak akan terpengaruh oleh pengaruh luar yang buruk yang menyebabkan dirinya tersugesti.
(5). Mengabdi
            Pengabdian merupaka sesuatu hal yang penting dalam menghayati dan meyakini sesuatu yang telah dibenarkan dan diterima baik lebih dirinya maupun orang lain. Dengan mengabdi maka kita akan merasakan manfaatnya. Mengabdi kepada orang lain yang berupa perbuatan yang dapat menyenangkan hatinya.
            Jadi jika kita sudah mengenal, mengerti, menghayati dan meyakini pandangan hidup ini, maka selayaknya disertai dengan pengabdian.
(6). Mengamankan
            Proses mengamankan merupakan langkah terakhir. Langkah ini merupakan langkah terberat dan benar – benar membutuhkan iman yang teguh dan kebenaran dalam menaggulangi segala sesuatu demi tegaknya pandangan hidup itu.

Sabtu, 08 November 2014

Manusia dan Keadilan



MANUSIA DAN KEADILAN
A. Pengertian keadilan
Keadilan menurut Aristoteles adalah kelayakan dalam tindakan manusia. Kelayakan diartikan sebagai titik tengah diantara ke dua ujung ekstrem yang terlalu banyak dan terlalu sedikit. Kedua ujung ekstrem itu menyangkut dua orang atau benda. Bila kedua orang tersebut mempunyai kesamaan dalam ukuran yang telah ditetapkan, maka masing – masing orang harus memperoleh benda atau hasil yang sama. Kalau tidak sama, maka masing – masing orang akan menerima bagian yang tidak sama. Sedangkan pelanggaran terhadap proporsi tersebut berarti ketidak adilan.
Keadilan oleh Plato diproyeksikan pada diri manusia sehingga yang dikatakan adil adalah orang yang mengendalikan diri, dan perasaannya dikendalikan oleh akal.
Lain lagi pendapatan Socrates yang memproyeksikan keadilan pada pemerintahan. Menurut Socrates, keadilan tercipta bilamana warga negara sudah merasakan bahwa pihak pemerintah sudah melaksanakan tugasnya dengan baik. Mengapa diproyeksikan pada pemerintah, sebab pemerintah adalah pimpinan pokok yang menentukan dinamika masyarakat.
Kong Hu Cu berpendapat lain : keadilan terjadi apabila anak, bila ayah sebagai ayah, bila raja sebagai raja, masing – masing telah melaksanakan kewajibannya. Pendapatan ini terbatas pada nilai – nilai tertentu yang sudah diyakini atau disepakati.
Menurut pendapat yang lebih umum dikatakan bahwa keadilan itu adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Atau dengan kata lain, keadilan adalah keadaan bila setiap orang memperoleh apa yang menjadi haknya dan setiap orang memperoleh bagian yang sama dari kekayaan bersama.
Berdasarkan kesadaran etis, kita diminta untuk tidak hanya menuntut hak dan lupa menjalankan kewajiban. Jika hanya menuntut hak dan lupa menjalankan kewajiban, maka sikap dan tindakan kita hanya menjalankan kewajiban dan lupa menuntut hak, maka kita akan mudah diperbudak atau diperas orang lain.
Sebagai contoh, seorang karyawan yang hanya menuntut hak kenaikan upah tanpa meningkatkan hasil kerjanya tentu cenderung disebut memeras. Sebaliknya pula, seorang majikan yang terus menerus menggunakan tenaga orang lain, tanpa memperhatikan kenaikan upah dan kesejahteraanya, maka peerbuatan itu menjurus kepada sifat memperbudak orang atau pegawainya. Oleh karena itu, untuk memperoleh keadilan, misalnya, kita menuntut kenaikan upah; sudah tentu kita harus berusaha meningkatkan prestasi kerja kita. Apabila kita menjadi majikan, kita harus memikirkan keseimbangan kerja mereka dengan upah yang diterima.
B. Keadilan Sosial
Berbicara tentang keadilan, anda tentu ingat akan dasar negara kita ialah Pancasila, sila kelima Pancasila, berbunyi : “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”
Dalam dokumen lainnya Pancasila diusulkan oleh Bung Karno adanya prinsip kesejahteraan sebagai salah satu dasar negara. Selanjutkan prinsip itu dijelaskan sebagai prinsip “tidak ada kemiskinan di dalam Indonesia merdeka”. Dari usul dan penjelasan itu nampak adanya pembaruan pengertian kesejahteraan dan keadilan.
Bung Hatta dalam uraiannya mengenai sila “keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia” menulis sebgai berikut “keadilan sosial adalah langkah yang menentukan untuk melaksanakan Indonesia yang adil dan makmur.” Selanjutnya diuraikan bahwa para pemimpin Indonesia yang menyusun UUD 45 percaya bahwa cita – cita keadilan sosial dalam bidang ekonomi ialah dapat mencapai kemakmuran yang merata. Langkah – langkah menuju kemakmuran yang merata diuraikan yang merata diuraikan secara terperinci.
Panitia ad-hoc majelis permusyawaratan rakyat sementara 1966 memberikan perumusan sebagai berikut : “sila keadilan sosial mengandung prinsip bahwa setiap orang di Indonesia akan mendapat perlakuan yang adil dalam bidang hukum, politik, ekonomi dan kebudayaan”.
Selanjutnya untuk mewujudkan keadilan sosial itu, diperinci perbuatan dan sikap yang  perlu dipupuk, yaitu :
1) perbuatan luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
2) sikap adil terhadap sesama, menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban serta menghormati hak-hak orang lain.
3) sikap suka memberi pertolongan kepada orang yang memerlukan.
4) sikap suka berkerja keras
5) sikap menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat untuk mencpai kemajuan dan kesejahteraan bersama.
Asas yang menuju dan terciptanya keadilan sosial itu akan dituangkan dalam berbagai langkah dan kegiatan, antara lain melalui delapan jalur pemerataan, yaitu :
1) pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak khususnya pangan, sandang dan perumahan.
2) pemerataan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
3) pemerataan pembagian pendapatan.
4) pemerataan kesempatan kerja.
5) pemerataan kesempatan berusaha.
6) pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembagunan khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita.
7) pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air.
8) pemerataan kesempatan memperoleh keadilan.
C. Berbagai macam keadilan
A) Keadilan Legal atau Keadilan Moral
Plato berpendapat bahwa keadilan dan hukum merupakan substansi rohani umum dari masyarakat yang membuat dan mejaga kesatuannya. Dalam suatu masyarakat yang adil setiap orang menjalankan pekerjaan yang menurut sifat dasarnya paling cocok baginya (Tha man behind the gun). Pendapat plato itu disebut keadilan moral, sedangkan, sunoto menyebutkan keadilan legal.
Keadilan timbul karena penyatuan dan penyesuain untuk memberi tempat yang selaras kepada bagian – bagian yang membentuk suatu masyarakat. Keadilan terwujud dalam masyarakat bilaman setiap anggota masyarakat melakukan fungsinya secara baik.
Menurut kemampuannya. Fungsi penguasa ialah membagi-bagikan fungsi-fungsi dalam negara kepada masing-masing orang sesuai dengan keserasian itu. Setiap orang tidak mencampuri tugas dan urusan yang tidak cocok baginya.
Ketidak adilan terjadi apabila ada campur tangan terhadap pihak lain yang melaksanakan tugas-tugasnya yang selaras sebab hal itu akan menciptakan pertentangan dan ketidakserasian. Misalnya, seorang pengurus kesehatan mencampuri urusan petugas kehutanan. Bila itu dilakukan maka akan terjadi kekacauan.
B) Keadilan Distributif
Aristoteles berpendapat bahwa keadilan akan terlaksanakan bilaman hal-hal yang sama diperlukan secara sama dan hal-hal yang tidak sama (justice is done when equals are treated equally). Sebagai contoh, Ali bekerja 10 tahun dan Budi, yaitu perbedaan sesuai dengan lamanya bekerja. Andaikata Ali menerima Rp.100.000,- maka Budi harus menerima. Rp.50.000.- akan tetapi bila besar hadian Ali dan Budi sama, justru hal tersebut tidak adil
C) Keadilan komutatif
Keadilan ini bertujuan memelihara ketertiban masyarakat dan kesejahteraan umum. Bagi Aristoteles pengertian keadilan itu merupakan asa pertalian dan ketertiban dalam masyarakat. Semua tindakan yang bercorak ujung ekstrim menjadikan ketidakadilan dan akan merusak atau bahkan menghancurkan pertalian dalam masyarakat.

Contoh :
dr. Sukartono dipanggil seorang pasien, Yanti namanya. Sebagai seorang dokter ia menjalankan tugasnya dengan baik. Sebaliknya, Yanti menggapai lebih baik lagi. Akibatnya, hubungan mereka berubah dari dokter dan pasien menjadi dua insan lain jenis yang saling mencintai. Bila dr. Sukartono belum berkeluarga mungkin keadaan akan baik saja, ada keadilan komutatif. Akan tetapi, karena dr.Sukartono sudah berkeluarga, hubungan itu merusak situasi rumah tangga, bahkan akan menghancurkan rumah tangga. Karena dr.Sukartono melalaikan kewajibannya sebagai suami, sedangkan Yanti merusak rumah tangga dr.Sukartono.
D. Kejujuran
Kejujuran atau jujur artinya apa yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya apa yang dikatakannya sesuai dengan kenyataan yang ada. Sedaang kenyaataanyang ada itu adalah kenyataan yang benar-benar ada. Jujur juga berarti seseorang bersih hatinya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukuman. Untuk itu dituntut satu kata dan perbuatan, yang berarti bahwa apa yang dikatakan harus sama depan perbuatannya. Karena itu jujur bararti juga menepati janji atau kesanggupan yang terlampir melalui kata-kata ataupun yang masih terkandung dalam hati nurani yang berupa kehendak. Harapan dan niat. Seseorang yang tidak menempati niatnya berarti mendustai diri sendiri. Apabila niat telah terlahir dalam kata-kata, padahal tidak ditepati, maka kebohongannya disaksikan orang lain. Sikap jujur perlu dipelajari oleh setiap orang, sebab kejujuran mewujudkan keadilan, sedang keadilan menuntut kemuliaan abadi, jujur memberikan keberanian dan ketentraman hati. Serta menyucikan lagi pula membuat luhurnya budi pekerti. Seseorang mustahil dapat memeluk agama dengan sempurna, apabila lidahnya tidak suci. Teguhlah pada kebenaran, sekalipun kejujuran dapat merugikanmu, serta jangan pula berdusta. Walaupun dustamu dapat menguntungkanmu.
Pada hakekatnya jujur atau kejujuran dilandasi oleh kesadaran moral yang tertinggi, kesadaran pengakuan akan adanya sama hak dan kewajiban, serta rasa takur terhadap kesalahan atau dosa.
Dalam kehidupan sehari-hari jujur atau tidak jujur merupakan bagian hidup yang dapat dipisahkan dari kehidupan manusia itu sendiri.
Ketidak jujuran sangatlah luas wawasannya, sesuai dengan luasnya kehidupan dan kebutuhan hidup manusia.
Bagi seniman kejujuran dan ketidak jujuran membangkitkan daya kreatifitas manusia. Banyak hasil seni lahir dari kandungan peristiwa atau kasus ketidak jujuran. Hal ini karena dengan mengkomunikasikan hal yang sebaliknya manusia akan terangsang untuk berbuat jujur.
E. Kecurangan
Kecurangan atau curang identic dengan ketidak jujuran atau tidak jujur, dan sama pula dengan licik, meskipun tidak serupa benar. Sudah tentu kecurangan sebagai lawan jujur.
Curang atau kecurangan artinya apa yang diinginkan tidak sesuai dengan hati nuraninya. Atau, orang itu memang dari hatinya sudah berminat curang dengan maksud memperoleh keuntungan tanpa bertenaga dan usaha? Sudah tentu keuntungan diperoleh dengan tidak wajar. Yang dimaksud dengan keuntungan di sini adalah keuntungan yang berupa materi. Mereka yang berbuat curang menganggap akan mendatangkan kesenangan atau keenakan, meskipun orang lain menderita karenanya.
Kecurangan menyebabkan manusia serakah, tamak, ingin menimbun kekayaan yang berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagai orang yang paling hebat, paling kaya dan senang bila masyarakat disekelilingnya hidup menderita. Orang seperti itu biasanya tidak senang bila ada yang melebihi kekayaannya. Padahal agama apapun  tidak membenarkan orang mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya tanpa menghiraukan orang lain, lebih lagi menumpulkan harta dengan jalan curang. Hal semacam itu salam istilah agama tidak diridhoi Tuhan.
Bermacam-macam sebab orang melakukan kecurangan. Ditinjau dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya, ada empat aspek yaitu aspek ekonomi, aspek kebudayaan aspek peradaban, dan aspek teknik. Apabila keempat aspek tersebut dilaksanakan secara wajat, maka segalanya akan berjalan sesuai dengan norma-norma moral atau norma hukum. Akan tetapi, apabila manusia dalam hatinya telah digerogoti jiwa tamak, iri, dengki, maka manusia akan melakukan perbuatan yang melanggar norma tersebut dan jadilah kecurangan. Tentang baiknya dan buruk pujowiyanto dalam bukunya filsafat sana-sini” menjelaskan bahwa perbuatan yang sejenis dengan perbuatan curang, misalnya membohong, menipu, merampas, memalsu dan lain-lain adalah bersifat buruk. Lawan buruk sudah tentu baik. Baik buruk itu berhubungan dengan kelakuan manusia. Pada diri manusia seakan-akan ada perlawanan antara baik dan buruk.
F. Pemulihan nama baik
Nama baik merupakan tujuan utama orang hidup. Nama baik adalah nama yang tidak tercela. Setiap orang/tetangga disekitarnya adalah sesuatu kebanggaan batin yang tak ternilai harganya.
Ada peribahasa berbunyi “daripada berputih mata lebih baik berputih tulang” artinya orang lebih baik mati dari pada malu, betapa besar nilai nama baik itu sehingga nyawa menjadi taruhannya. Setiap orang tua selalu berpesan kepada anak-anaknya “jagalah nama keluargamu” dengan menyebut “nama” berarti sudah mengandung arti “nama baik”. Ada pula pesan orang tua “ jangan membuat malu” pesan itu juga berarti menjaga nama baik. Orang tua yang menghadapi anaknya yang sudah dewasa sering kali berpesan “laksanakan apa yang kamu anggap baik, dan jangan kau laksanakan apa yang kau anggap tidak baik!”. Dengan melaksanakan apa yang dianggap baik berarti pula menjaga nama baik dirinya sendiri, yang berarti menjaga nama baik keluarga.
Tingkah laku atau perbuatan yang baik dengan nama baik itu pada hakekatnya sesuai dengan kodrat manusia, yaitu :
a) manusia menurut sifat dasarnya adalah mahluk moral
b) ada aturan-aturan yang berdiri sendiri yang harus dipatuhi manusia untuk mewujudkan dirinya sendiri sebagai pelaku moral tersebut.
 G. Pembalasan
Pembalasan ialah suatu reaksi atas perbuatan orang lain. Reaksi itu dapat berupa perbuatan yang serupa, perbuatan yang seimbang, tingkah laku yang serupa, tingkah laku yang seimbang.
Sebagai contoh, A memberikan makanan kepada B. di lain kesempatan B memberikan minuman kepada A. perbuatan tersebut merupakan perbuatan serupa, dan ini merupakan pembalasan.
Pembalasan disebabkan oleh adanya pergaulan. Pergaulan yang bersahabat mendapat balasan yang bersahabat. Sebaliknya, pergaulan yang penuh kecurigaan menimbulakan balasan yang tidak bersahabat pula.
Pada dasarnya, manusia adalah mahluk moral dan mahluk sosial. Dalam bergaul, manusia harus mematuhi norma-norma untuk mewujudkan moral itu. Bila manusia berbuat amoral, lingkuanlah yang menyebabkannya. Perbuatan amoral pada hakekatnya adalah pebuatan yang melanggar atau mempekosa hak dan kewajiban manusia lain.
Oleh karena tiap manusia tidak menghendaki hak dan kewajibannya dilanggar atau diperkosa, maka manusia berusaha mempertahankan hak dan kewajibannya itu. Mempertahnkan hak dan kewajiban itu adalah pembalasan.